Sabtu, 22 Oktober 2011

Kumpulan Cerita Pendek

 Pagi Ini


  Pagi ini, kukayuh sepeda bututku ke sekolah. Udara benar-benar menyejukkan hati, menghangatkan nurani ini. Terngiang wajahmu di sini, di pintu hati ke tujuh. Wajah yang penuh dengan rasa cinta dan mata yang indah dengan tatapan sejuk itu... benar-benar indah. Teringat olehku untaian-untaian janji yang keluar dari mulutmu... bahwa dulu, sekarang, dan selamanya... hanyalah aku yang ada di benakmu. Tapi... I doubt it ! nggak mungkin selamanya, karena aku takut dirimu terjerumus ke cinta sesaatmu. Dan itulah yang membuatku bimbang. Namun, kau selalu berkata, percayalah padaku, sampai kapanpun kau ada di sini, di hati ini.
Inginnya kedua tangan ini memelukmu, merasakan hangatnya hatimu untukku. Kudekap dirimu yang hanya milikku, menghilangkan kebimbangan diriku, dan... Brukkk !!! sebuah gerobak sampah di dekat selokan telah membuatku seperti gelandangan nggak jelas. ( di mana-mana, gelandangan pasti nggak jelas ! ) sampah busuk berhamburan di sana-sini, dan pastinya melekat di sekujur tubuhku. Bau harumnya... memenuhi seluruh ruang penjuru kota ini. mungkin.
Sepedaku entah ke mana, dan...
“God !!!!” aku segera menengok ke selokan, dan ooh. Aku sungguh tak berdaya. Dirimu, membuat aku terjerumus ke dalamnya selokan tetangga.





Kejadian Pagi Itu

Udara dingin malam ini mulai menusuk tulang ubun-ubunku. Suara alunan lagu mellow dari radio di sampingku membuat aku semakin ingin melayang-layang di atas lautan mimpi yang indah. Dan detik-detik jam di dinding kamarku terdengar jelas di kedua telingaku, karena saat ini memang sudah pukul 22.30. Pertanda sebagian orang sudah terantuk-antuk dan memilih pergi ke kamar tidur mereka. Aku pun juga begitu, tetapi karena paksaan tugas artikel ini, aku tak bisa seenaknya begitu saja meninggalkannya. Karena tugas ini harus sampai di tangan Pak Rayn, besok pagi juga.  
Sebenarnya ini semua salahku juga. Kenapa juga tadi siang aku memancing di sungai dengan Bobby ?? Kalau menyesal seperti ini sih sudah tak ada artinya lagi. Menyesal pasti selalu belakangan. Duuh… susahnya kalau sudah seperti ini.  
“Mutiara, cepat lekas tidur ! Ini sudah pukul berapa ? Besok kamu terlambat lho !” kata Ibu dari kamar sebelah. Ternyata suara sibakan-sibakan bukuku membuat Ibu terbangun, dan aku pun tak menggubrisnya. Terlalu penting untuk berbicara. Akhirnya paksaan mataku yang semakin sipit membuatku memejamkan kedua mataku. Penat. Lelah. Itulah yang kurasakan saat ini, dan tidur adalah salah satu solusinya.  
Tiba-tiba saja ada seseorang yang menepuk pundakku. Aku membiarkannya. Aku malah menguap selebar-lebarnya, dan tidur lagi, melanjutkan mimpiku yang tertunda. 
“Mbak, sudah sampai di terminal. Mbak sekolahnya di mana ya ? Kok belum turun ?”  
Haa ??? siapa itu ? kok…
Ya ampun… aku di bus ! bukannya aku tadi di kamar menyelesaikan artikel ? Astagaa… bukankah ini sebuah mimpi ?! aku sampai di terminal ??? 
“Maaf Mbak, kok malah bengong begitu ? Ini sudah sampai di terminal.” ucap salah satu kondektur bus itu. 
“Oh.. iya, Pak. Maaf , saya tadi ketiduran. Ini sampai di Piyungan, belum, ya ?” tanyaku celingukan. 
“Lho.. kok  di Piyungan ?? ini sudah di Yogya, Mbak !! memangnya Mbak ini sekolah di mana ???” kata Pak kondektur agak geram.
 “Di SMP Piyungan 1, Pak. Berarti… ya sudahlah, Pak ! permisi…” kataku meninggalkan bus itu seraya memberikan selembar uang. Segera kulangkahkan kedua kakiku meninggalkan terminal. 
Akhirnya, aku segera bangun dari mimpi dan mulai merasakan kenyataan. Tugas artikel itu hanyalah sebuah mimpi belaka, tetapi memang aku alami tadi malam. Tapi sudah aku selesaikan tadi pagi pukul 03.30 walaupun dalam keadaan setengah sadar, sebab, aku masih ngantuk super berat, dan akibatnya ini, ketiduran di bus dan kesasar sampai Yogya. Ini adalah kejadian yang tak terlupakan. 
“Mbak, mau kemana ? ke Wonosari ??” tanya seseorang. 
Duuh.. kagetnya aku. 
“Oh, iya, Pak ! Saya mau ke Piyungan !” jawabku.
Aku masih mengantuk. Tapi aku baru sadar kalau aku terlambat. Kutengok arloji putihku segera. 
“Haa ?? setengah 8 ? Pak sopir, cepat, ya, Pak ! Nggak perlu pake lama ! Tolong ya, Pak !” kataku dengan suara keras. Akibatnya seluruh isi bus celingukan ke arahku. Aduh… malunya !! aku hanya menundukkan kepala, dan hanya berharap tidak kena marah oleh Pak Rayn, dan sekali lagi ini adalah kejadian yang tak terlupakan sekaligus memalukan sepanjang hidupku.
           

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
;